7 Tokoh Legenda Penjaga Laut dan Samudra
7semua - Laut adalah rahim bumi — luas, dalam, dan penuh misteri.
Dalam kisah-kisah Nusantara, banyak tokoh legenda dipercaya sebagai penjaga samudra, yang melindungi perairan dari murka dan menjaga keseimbangan alam.
Mereka bukan dewa dalam arti sempit, tapi roh pelindung yang dihormati dengan upacara dan doa.
Mari kita bahas 7 tokoh legenda penjaga laut dan samudra Nusantara yang kisahnya masih hidup hingga kini.
1. Nyi Roro Kidul – Ratu Laut Selatan
Penguasa Samudra Hindia dan simbol kekuatan feminin alam.
Dihormati lewat ritual Labuhan di Parangtritis, ia melambangkan keindahan sekaligus ketegasan alam.
2. Dewa Baruna – Pengendali Ombak dan Air
Dalam mitologi Hindu-Jawa, Baruna adalah dewa samudra dan keadilan.
Nelayan sering menyebut namanya sebelum berlayar agar diberi keselamatan.
3. Putri Mandalika – Penjaga Pantai Lombok
Putri cantik yang menjelma jadi cacing laut (nyale) untuk menjaga keharmonisan rakyatnya.
Ritual Bau Nyale masih dilakukan hingga kini sebagai peringatan pengorbanan cinta sejati.
4. Datu Lau Pahawang – Penjaga Laut Lampung
Roh pelindung yang dipercaya menjaga perairan sekitar Pulau Pahawang.
Penduduk setempat memberi sesaji sederhana sebagai tanda hormat.
5. Dewi Lanjar – Penjaga Laut Utara
Dikenal sebagai penjaga pesisir Pekalongan.
Dewi Lanjar dianggap penghubung antara dunia manusia dan laut utara yang dinamis.
6. Ratu Ijo dari Banyuwangi
Dikisahkan sebagai roh laut yang menjaga nelayan dari badai.
Dalam beberapa tradisi, ia dianggap saudari spiritual Nyi Roro Kidul.
7. To Manurung Laut – Roh Leluhur Bugis
Dalam mitos Sulawesi Selatan, roh ini muncul dari air dan menuntun manusia pertama keluar dari samudra.
Ia adalah penjaga garis keturunan laut dan kehidupan.
Penutup
Samudra bukan hanya hamparan air, tapi tempat roh-roh agung bersemayam.
Selama manusia menghormatinya, laut akan menjadi sahabat; tapi bila dilupakan, ia bisa menjadi cermin amarah semesta.
👉 Saat terakhir kali kamu berdiri di tepi laut, apakah kamu merasa ada yang “mengawasi” dalam diam — bukan menakuti, tapi menjaga?